Tafsir Amaly Surat al-Baqarah 1-10


Tafsir Amaly
Tafsir Amaly Surat al-Baqarah 1-10

سُـوْرَةُ الْـبَقَرَة
AL BAQARAH (SAPI BETINA)
SURAT KE 2 :286 ayat

1.  Alif laam miin.
Alif laam miim: 1. Kita baca al Qur’an walaupun tidak tahu artinya. Sebagaimana sabda nabi: “siapa yang membaca alif laam  miim, maka mendapatkan pahalah tiga huruf”. Padahal biasa tidak tahu artinya. 2. Kita mengutamakan tawadhu’ dari pada pikiran kita. Misalnya: kita melaksanakan perintah wudlu meskipun belum paham. 3. Kita belajar bahasa Arab sebagai kewajiban fardlu’ain, karena alif laam miim merupakan sindiran agar kita belajar bahasa Arab. 4. Kita tidak ragu pada kebenaran al Qur’an, sebab sebagaian ulama’ mengatakan bahwa alif laam miim merupakan sumpah bahwa al Qura’an tiada ragu. 5. Kita meyakini bahwa seluruh al Qura’an adalah  firman Allah untuk kita saja, bukan untuk orang lain. Sebagaimana nabi merasa terpanggil dengan panggilan  “Alif laam miim”.  6. Kita kita tidak menghamba pada nama tetapi menghamba kepada Dzat yang Maha satu. Sebab sebagian ulama’ mengatakan bahwa alif laam miim merupakan nama lain dari Allah. 7. Kita memperhatian al Qur’an, karena karena sebagian ulama’ menyatakan bahwa alif laam miim untuk menarik perhatian.                    للمتقين
2.  Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,
Dzalika al kitaabu: Kita berpedoman pada kitab untuk menghadapi hidup sepanjang zaman.
Laa roiba fiihi: 1. Kita meyakini bahwa al Qur’an tiada keraguan di dalamnya, benar – benar firman Allah, bukan buatan nabi Muhammad. Sehingga kita berpedoman pada suatu yang pasti. 2. Kita menggunakan akal untuk membektikan kebenaran al Qur’an, antara lain: a. Gelar al Amin (terpecaya) untuk Nabi Muhammad sejak kecil, sehingga secara akal tidak mungkin nabi Muhammad tiba – tiba membuat kebohongan.     b. Nabi adalah seorang ummi (buta huruf) yang tidak mungkin menjipalk kitab yang lain. c. Nabi terusir dan diperangi sehingga tidak mungkin dalam rangka mempertahankan kebohongan. Isi al Qur’an untuk keagungan Allah dan akhirat, tidak mungkin buatan masnusia meskipun nabi. Sebab jika di buat manusia biasa, maka untuk kemuliyaan dirinya sendiri bukan untuk kemuliaan Allah. d. Syair al Qur’an 30 Juz yang luar biasa, tidak mungkin manusia tidak bersusah payah untuk membuatnya. e. al Qur’an sejagad raya sebagai bukti bahwa di buat oleh Yang Maha Kuasa.
Hudan lil muttaqiina: 1. Kita mohon petunjuk kepada Allah dengan cara belajar dan berguru untuk memahami dan mengamalkan al Qur’an. 2. Kita berusaha mendapat petunjuk dengan cara berpedoman pada al Qur’an saja, tidak yang lain. 3. Kita belajar menjadi muttaqin agar mendapat petunjuk dari Allah SWT melalui al Qur’an. 4 kita berusaha masuk pada lingkaran kebaikan demi mendapat petunjuk dari Allah sehingga menjadi orang takwa, dan karena menjadi orang yang takwa sehingga mendapat petunjuk dari Allah. 5. Kita belajar dan mengajarkan al Qur’an agar menjadi petunjuk bagi umat manusia.

3.  (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka.
Alla dzina yu’minuuna: yu’minuuna berarti membikin percaya. Jadi, beriman bukan berarti tanpa usaha, tapi berusaha membikin hatinya beriman. Belajar membikin hati yakin atau percaya antara lain dengan: sholat, zakat, puasa, haji, belajar al Qur’an dan ada yang lain.
Bi al-ghoibi: Kita memperbanyak ingat bahwa hati dan amal selalu dilihat oleh Allah Yang Maha Ghoib.
Wa yuqiimuuna ash-sholataa: Kita belajar meningkatkan kualitas sholat dari muhajadah yaitu sholat yang di awali dengan takbir dan di akhir dengan salam, Lalu musyahadah yaitu menyaksikan Allah pada waktu melihat apapun, ini sholatnya para wali, lalu sholat munajah yaitu berdialog dengan Allah atau mengagungkannya(sholatnya para ulama’). 2. Kita mengutamakan ilmu sholat, karena seseorang tidak bias mengerjakan sholat kecuali mengetahui ilmunya. 3. Kita belajar atau berguru dan sholat kepda murid.
Wa mimma: sebagian rizki dari Allah kita nafkahkan. Baik sedikit maupun banyak, baik beupa harta,tenaga, ilmu, dan sebagainya. Nafkahnya badan adalah dzikir. “Laa ilaaha illallaah” (tiada tuhan selain Allah).
Rozaqnaa hum: Kita mendahulukan bahwa rizki semua dari Allah, sebelum kita menafkahkan sebagainnya.
Yunfiquuna: 1. Kita belajar membelanjakan harta untuk agama Allah, bukan harta kita dan bukan untuk menturutkan hawa nafsu kita. Kata yunfiqu berarti membelajankan bukan belanja. Bandingkan membeli nasi sama membeli ayah nasi. Belanja di jalan Allah itu kepentingan: iman, ibadah, akhlak.
2. kita belajar menafkahkan sebagian harta kita agar menjadi muttaqin sehingga mendapat petunjuk dari Allah (sehubungan dengan ayat sebelumnya).

4.  Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang Telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang Telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.
Wa alladziina yu’minuuna: iman bentuknya adalah yakin yang di upayakan dengan cara memperbanyak ingat. Semakin banyak ingat, maka semakin tinggi derajat yakinnya. Kita berusaha selalu ingat sehingga menjadi yakin, dengan cara belajar dan berguru pada ulama’.
Bima unzila: Kita meyakini bahwa al Qur’an diturunkan oleh Allah, bukan buatan Nabi Muhammad. Sehingga kita gunakan pedoman hidup, karena yakin datangnya dari Allah pasti benarnya.
Ilaika: Kita meyakini bawha Al Qur’an itu firman Allah kepada Nabi Muhammad, bukan cerita orang Nabi Muhammad.
Wa maa unziola min qoblika: 1. Kita meyakini bahwa Allah menurunkan petunjuk atau kitab pada umat sebelum kita. 2, kita meyakini bahwa semua di atur oleh Allah SWT, baik umat Nabi Muhammad SAW ataupun umat – umat terdahulu, dengan diturunkannya Kitab. Oleh karena itu, kita berpedoman kepada kitab al Qur’an. 3. Kita belajar iman pada seluruh kitab dengan cara mengimani kitab al Qur’an,karena al Qur’an mengandung dan membenarkan kitab sebelumnya, yaitu Zabur dan Injil. Kitab – kitab tersebut juga mengajarkan ketauhidan, bawha Tuhan Maha Satu, mengajarkan tentang nabi, malaikat dan sebagainnya.
Wa bi al khiroti: Kita memperbanyak ingat akhirat, sehingga memperbanyak amal sholeh untuk akhirat.
Hum yuuqinuuna: Kita mengarahkan keyakinan atau banyaknya ingat kepada hari akhir.

5.  Mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.
Ulaa’ ika: Kita berusaha memenuhi ciri – ciri muttaqin sehingga termasuk kelompok “mereka itu”. Ciri – ciri muttaqin yaitu iman kepada yang ghoib, mendirikan sholat, menafkan sebagian rizki, iman pada kitab serta yakin terhadap akhirat.
‘ala hudan: Kita berusaha hidup selalu di atas petunjuk dengan cara menjadi muttaqin. Sebab, hanya orang yang bertakwa mendapatkan petunjuk. Nilai petunjuk lebih besar dari pada harga langit dan bumi.
Min robbihim: Kita hanya menggunakan petunjuk yang datangnya dari Allah saja, bukan dari yang lain.
Wa ulaa’ika humu al muflihuuna: 1. Kita meyakini bahwa orang yang beruntung adalah orang yang mendapatkan petunjuk dari tuhan mereka, yaitu berupa bimbingan untuk selalu menghamba kepadannya, bukanlah orang yang kaya, tampan, cantik, tinggi pangkatnya, dan sebagainnya. 2. Kita jadikan predikat muttaqin sabagai cita – cita atau tujuan hidup di dunia. Sebab muttaqin adalah orang yang beruntung, didunia mendapatkan petunjunk dan di akhirat mendapatkan surga.

6.  Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.
Inna alladziina kafaru: 1. Kita menghindari sifat kekafiran yaitu menutup dari ingat Allah dan akhirat. ( kafir adalah orang yang menutup contoh: Melihat air tidak ingat Allah yang menciptakan ). 2. Kita memohon kepada Allah agar kita di hindarkan dari kekafiran, dengan cara ingat Allah kapanpun, dimanapun dan dalam keadaan apapun.
Sawaa’un ‘alaihim: kita menghindari menjadi tipe orang yang tidak ada bedanya. Apakah di ingatkan atau tidak.
A andzarhum: kita tetap mengikatkan orang kafir meskipun tidak ada gunanya. Kita mengikatkan mereka untuk membebaskan kewajiban, karena kewajiban kita hanya mengingatkan saja.
Am lam tundzir hum: Kita menghindari putus asa untuk mengiktkan, minimal dua kali.
Laa yu’minuuna: kita hindari sikap orang kafir yaitu tidak beriman meski di ingatkan. Sebab, ya itu berakibat masuk neraka selamanya.

7.  Allah Telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. dan bagi mereka siksa yang amat berat.
Khotama Allohu: kita takut dengan ancaman Allah berupa ditutupnya  hati kita. Dengan cara menghindari menutup dari mengingat Allah. sebab menutup hati dari ingat Allah, maka Allah akan sekalian mengunci mati hati kita, sebagaimana orang munafik yang dikunci mati hatinya sehingga masuk dalam lingkaran setan. Sebaliknya, lingkaran nikmat bagi orang yang bertakwa yaitu semakin diberi petunjuk.
Alaa quluubihim: kita waspadai gerak hati kita karena bagaikan mesin atas perbuatan jasad kita. Jika hati baik, maka amal jasad kita baik dan jika hati kita jelek, makas jasad kita jelek.
Wa ‘alaa sam’ihim: 1. Kita takut ancaman Allah berupa di kunci mati pendengaran kita dari petunjuk. 2. Kita gunakan pendengaran kita untuk mendapat petunjuk. Misalnya : untuk mendegarkan Al-qur’an, pengajian dan sebagainya.
Wa ‘alaa abshoorihim: Kita berusaha menghilangkan tutupnya mata hati kita, yang menyebabkan tidak bisa melihat Maha Kuasanya Allah. Termasuk tidak bisa melihat Maha Kuasa Allah yang menhidupkan setelah  mati.
Ghisyaawatun walahun azaabu adziimun:
1.    Kita takut ancaman Allah untuk orang kafir.
2.    Kita banyak ingat siksa neraka yang amat sangat besar. Sehingga kita berbuat segala sesuatu untuk menghindari neraka.

8.  Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian," pada hal mereka itu Sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.
Wa mina an-naasi: 1. Kita banyak memperhatikan macam – macam manusia untuk di ambil pelajaran. 2. Kita mohon pada Allah agar di jadikan termasuk dari sebagian manusia yang baik, bukan yang jelek.
Man yaquulu: Kita berhati – hati dalam berbicara dalam berbicara dan menghindari berbicara untuk di ingkari atau tidak dilaksanakan, sebagaimana sifat orang.
Aamannaa bi Allohi wa bi al-yaumi al-aakhiri: Kita menghindari beriman kepada Allah dan hari akhir hanya diucapan saja. Sebab, iman pada Allah dan hari akhir itu tempatnya di hati dan dalam perbuatan.
Wa maa hum bimukminiina: 1. Kita menghindari mengaku menjadi orang yang telah beriman, tetapi kita berusaha beriman. Contoh lain : Kita menghindari mengaku menjadi orang yang lelah khusyu’ dalam sholat, tetapi kita belajar dari golongan orang yang beriman.

9.  Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka Hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.
Yukhoodi’uuna Allooha: Kita menghindari menipu pada Allah. Termasuk menipu Allah yaitu berkata iman tapi hati kosong. Sebab Allah tidak bisa ditipu meskipun mengatakan iman tapi kosong, maka tetap disiksa di neraka.
Wa aaladziina aamanun: Kita menhindari menipu orang yang beriman. Tidak ada gunannya menipu orang yang beriman. Sebab orang yang beriman tidak bisa menghindarkan kita dari siksa Allah di akhirat .
Wa maa yakhda’uuna illaa anfusahum: kita menghindar menipu diri sendiri yang berakibat mencelakakan diri sendiri di dunia tidak dibina dan di akhirat masuk neraka selamanya.
Wa maa yasy ‘uruuna: 1. Kita menghindari tidak merasa lelah membohongi diri dan mencelakakan diri sendiri. 2. Kita berusaha segera sadar apabila telah membohongi diri. Sebab tidak merasa bersalah itu bahayanya lebih besar dari pada perbuatan salah itu sendiri. Jika setelah berbuat salah dan sadar akan kesalahan itu, maka kesalahan tersebut tidak akan berkelanjutan.

10.  Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.
Fii quluubihim mardlu : Kita menghindari adanya penyakit dalam hati. Penyakit dalam hati yaitu cinta didunia bukan penyakit liver, hepatitis, dan sebagainnya. Cinta dunia yaitu gila sanjugan atau takut di lecehkan, gila harta  atau takut melarat, gila keluarga atau takut meninggalkannya, gila asrama dan sebagainnya. Penyakit hati sangat berbahaya karena sumber seluruh perbuatan dosa.
Fazaada humu Alloohu maradlon: 1. Kita hindari ditambahnya penyakit hati, dengan cara meninggalkan sifat munafik. 2. Kita hindari masuk lingkaran munafik, yaitu sudah ada penyakit hati malah ditambah penyakit hatinya oleh Allah. 3. Kita segera keluar dari lingkaran tersebut. Sebab jika tidak, maka situasi dan kondisi akan segera mendukungnya.
Wa lahum ‘adzaabun: kita memperbanyak takut pada ancaman Allah terhadap orang munafik yaitu mendapat siksa, sehingga kita hindari sifat munafik tersebut.
‘aliimun: kita memperbanyak ingat bahwa siksa neraka itu sangat pedih. Baunya neraka saja sudah sangat menyiksa. Andai bau neraka bocor sehingga mencemari dunia, maka buah-buahan dan makanan akan menjadi busuk dan orang-orang muntah semua.
Bimaa kaanu yakdzibuuna: kita menyakini bahwa siksa yang pedih itu dikarenakan kedustaan kita, bukan karena kejamnya Allah. Oleh karena itu, jika kita berbuat kesalahan, maka kita akui kesalahan itu dari kita. Dan jika kita berbuat kebaikan, maka kita yakini bahwa kebaikan itu adalah petunjuk dari Allah.

Oleh K.H.M. Qoyyim Ya'qub

Tafsir Amaly Surat al-Fatihah

Tafsir Amaly Surat al-Fatihah

Tafsir Amaly Surat al-Fatihah

سُوْرَةُ الْفَاتِحَةِ
AL FATIHAH (PEMBUKAAN)
SURAT KE 1 : 7 ayat


1.  Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Bismillahi: 1. Kita menyebut nama Allah pada setiap perbuatan. Contoh: Kita baca basmalah sebelum makan dan minum, dan hamdalah sesudahnya. Kita masuk wc, maka membaca “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan laki-laki dan setan perempuan” dan keluar dari wc kita menyebut “Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kotoran dan yang telah menyehatkan saya”. Kita bersin maka kita katakan “Alhamdulillah, segala puji bagi Allah”. Kita berdo’a menyebut nama Allah sebelum tidur, “Dengan nama-Mu ya Allah aku hidup dan dengan nama-Mu aku mati”. Kita baca alhamdulillah setelah bangun. 2. Kita ingat nama Allah dalam keadaan apapun. Misal: Kita lihat air, maka ingat Maha Kuasanya Allah. Kita pandangi nasi, maka ingat Maha Sayangnya Allah. Kita ingat penciptaan telinga, maka ingat Maha Berkehendaknya Allah. Kita ingat penciptaan mata, maka kita ingat Maha Telitinya Allah.
Ar-Rohmaani: Menyayangi urusan duniawi. Diberikan kepada semua manusia, baik kafir, munafik dan mukmin. Duniawi yaitu harta, tahta atau sanjungan, kecantikan, asmara, sehatnya raga dan keluarga. 1. Kita ingat Allah yang telah memberi nikmat duniawi. 2. Dalam berdakwah, kita mendahulukan memberi keuntungan duniawi. Misalnya: sebelum kita mengajak sodaqoh, maka kita beri shodaqoh terlebih dahulu. Sebelum kita mengajak sholat, kita silaturahmi dulu.
Ar-Rohiimi: Urusan ukhrowi, yaitu di dunia, Allah membimbing untuk menghamba, dan di akhirat Allah memasukkannya ke dalam surga. Hal ini khusus yang mukmin saja. 1. Kita mohon dibimbing oleh Allah untuk selalu menghamba. 2. Kita berusaha dan memohon dimudahkan untuk berbuat kebaikan dan keimanan dan dipersulit pada kemaksiatan dan kekafiran. 3. Kita mengajak sholat atau lainnya, setelah memberi duniawi.

2.  Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Alhamdu: 1. Kita menggunakan hidup untuk memuji Allah, dalam keadaan apapun. 2. Kita memuji Allah untuk nikmat-Nya yang tidak terhitung banyaknya dan untuk ujian-Nya karena ada ampunan dibaliknya.
Lillahi: 1. Hanya pada Allah kita memuji, bukan pada lainnya. Misal: Dagangan kita laku, maka kita memuji Allah yang telah menggerakkan orang untuk membeli dagangan kita, tidak memuji orang yang membeli. Kita merasakan nikmatnya bakso, maka kita memuji Allah yang menciptakan lidah dan menjadikan lidah yang bisa menikmati bakso, bukan memuji enaknya bakso. 2. Kita selalu menyadari bahwa yang berhak dipuji hanya Allah. Oleh sebab itu, jika kita dipuji, maka kita limpahkan pujian itu pada Allah.
Robbi al-‘aalamiina: 1. Kita perbanyak ingat bahwa Allah yang menciptakan, memelihara, mengatur, dan memiliki seluruh alam. 2. Di seluruh alam, kita memuji Allah dengan cara memuji-Nya di dunia.

3.  Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ar-Rohmaani: Kita memuji sifat Rohmannya Allah yaitu bersifat penyayang atau selalu penyayang urusan duniawi kepada semua makhluk.
Ar-Rohiimi: Kita memuji Maha Rohimnya Allah yaitu sangat menyayangi urusan ukhrowi. Jika kita dimudahkan untuk berbuat kebaikan dan dipersulit untuk maksiat atau kekafiran, maka kita puji Maha Rohimnya Allah tersebut.

4.  Yang menguasai di hari Pembalasan.

Maaliki: 1. Kita banyak mengingat bahwa Allah pemilik hari akhir. 2. Kita banyak tafakur untuk membuktikan Maha Kuasanya Allah menghidupkan kembali setelah mati. Misalnya: Nabi Adam dijadikan dari tanah mati dan ibu Hawa dihidupkan dari tulang mati.
Yaumi ad-diini: 1. Untuk hari pembalasan, kita mengarahkan tujuan hidup di dunia. 2. Kita mempersiapkan untuk menghadapi hari pembalasan yang kekal abadi selama hidup di dunia. 3. Kita yakin adanya surga dan neraka, surga sebagai balasan bagi orang yang beriman dan beramal sholeh, dan neraka bagi orang yang ingkar pada Allah dan akhirat. 4. Kita yakini hari akhir adalah hari yang agung. Seharinya sama dengan seribu tahun dunia. Jika meninggalkan shalat sehari, maka diancam neraka seribu tahun. Sekali berzina diancam dengan neraka seratus ribu tahun. Menuduh zina tanpa ada empat orang saksi, maka diancam dengan neraka delapan puluh ribu tahun. Pacaran atau bersepi-sepi diancam dengan neraka sepuluh ribu tahun. Mabuk-mabukan, maka diancam neraka empat puluh ribu tahun. Oleh karena itu, kita menghindari sejauh-jauhnya perbuatan tercela tersebut. Jika terlanjur, maka kita mohon ampun.

5.  Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.

Iyyaaka: Hanya pada Allah kita menghamba, tidak pada yang lain. Kita menghamba Allah, baik secara lahir maupun batin selama di dunia.
Na’budu: Kita menghamba, yaitu berniat dalam perbuatan hanya untuk Allah. Misalnya: Kita kuliah niat menghamba kepada Allah, tidak berniat mencari ijasah, gelar, pekerjaan, dan sebagainya. Sebab niat mencari ijasah, gelar, pekerjaan, berarti menghamba kepadanya bukan kepada Allah.
Wa iyyaaka: Hanya pada Allah kita minta tolong dalam segalanya. Contoh: Kita minta tolong kepada Allah agar dijadikan orang yang sabar dan sholat.
Nasta’iinu: Kita hidup hanya untuk mohon pertolongan kepada Allah agar selalu dibimbing dan dibina serta dimasukkan surga.

6.  Tunjukilah kami jalan yang lurus.

Ihdinaa: 1. Kita berhubungan, berdialog, berdo’a kepada Allah hanya dalam rangka mohon petunjuk. 2. Kita mencontoh Ulama’ yang detik demi detiknya selalu mohon petunjuk kepada Allah.
Ash-shirootho al mustaqiima: Kita menempuh jalan yang baik dan benar meskipun tegak ataupun mendaki.

7.  (yaitu) jalan orang-orang yang Telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

Shirootho alladziina an’amta ‘alaihim: 1. Kita berusaha dan mohon kepada Allah dijadikan termasuk golongan orang yang diberi nikmat oleh Allah yaitu para nabi, orang shiddiq atau ahli ilmu dan orang-orang yang banyak amal sholeh. 2. Kita berguru, meniru dan mengidola pada orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah. 3. Kita mempelajari kisah orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah, untuk kita contoh. 4. Kita sadari bahwa kehidupan yang nikmat adalah kehidupan seperti para Nabi, orang Siddiq atau Ulama’, ahli ilmu dan orang yang banyak amal sholeh. Tidak harus pejabat, kaya, cantik atau tampan, dan sebagainya.
Ghoiri al maghdluubi ‘alaihim: Kita menghindari termasuk golongan orang-orang yang dimurkai, yaitu buruk lahir yang batinnya pasti buruk. Misalnya: Zina, judi, mencuri, dan sebagainya. Termasuk menghindari menjadi golongan mereka adalah menghindari mengidola mereka.
Wa laa adl-dloolliina: 1. Kita menghindari menjadi termasuk golongan orang yang sesat yaitu buruk batin. Buruk batin adalah amal baik tapi salah niat. Misalnya: Sholat tapi riya’, zakat tapi sombong, kuliah tapi berpacaran, dan sebagainya. 2. Kita memperbaiki niat tanpa menghilangkan amal baik secara lahir.

oleh K.H. M. Qoyyim Ya'qub

prinsip pengajaran PBAI Lafdhiyyah

Pendahuluan
Allah berfirman dalam alQur’an surat al-Qamar di ulang 3x dalam ayat 17, 22,dan 32, yang artinya :
  "dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran?"
            Ayat ini membangkitkan kesadaran bahwa alQur’an itu mudah untuk di pelajari, di fahami dan di amalkan. Allah telah memberi jaminan tentang hal itu dalam firmanNya tersebut, meskipun pada kenyataannya, kebanyakan orang mengatakan bahwa bahasa arab itu sulit. AlQur’an itu sulit di pahami. hal ini di sebabkan oleh karena kebanyakan umat Islam tidak mengerti  bahasa arab dalam alQur’an. Maka melalui program terjemah alQur’an ini, di ketengahkan cara belajar terjemah alQur’an dengan mudah dan cepat yang bisa di pakai untuk umum (segala umur) meskipun penyusunan buku panduan yang kami gunakan, di peruntukkan bagi santri pasca TPQ.
Penyusunan buku tersebut baru memuat terjemah alQur’an juz 1 saja, karena hasil penelitian terakhir melalui indeks kosakata yang termuat dalam juz 1 telah mewakili 79% kosakata dalam alQur’an . Sehingga kalau telah hafal terjemah juz 1, maka berarti ia telah menguasai 79% terjemah dalam alQur’an. Oleh karenanya, dalam mempelajari program terjemah alQur’an ini, harus mengikuti petunjuk-petunjuk sebagai berikut:
A.    Umum
1.     Anggota kelompok belajar 10-12 peserta.
2.     Jadwal pertemuan minggu 1x / 2x / 3x.
3.     Setiap pertemuan selama kurang lebih 60 menit.
4.     Di pandu seorang Ustadz/ah
5.     System pengajaran CBSA.
6.     Setiap pertemuan kurang lebih 4 ayat di sesuaikan dengan kondisi ayat.
7.     Buku terjemah alQur’an lafdhiyyah, berfungsi sebagai kamus saja, bukan buku pegangan.
B.     Untuk Santri
1.     Bisa baca alQur’an dengan tartil.
2.     Membawa alQur’an saja (bukan terjemahnya).
3.     Tidak menulis terjemahan dalam alQur’an.
4.     Mengulang pelajaran di rumah setiap hari kurang lebih 20 menit (untuk menjaga dan meningkatkan hafalan).
5.     Datang dan pulang tepat waktu.
6.     Tidak boleh absen. Kalau absen, menyusul ketertinggalannya pada temannya (santri peserta) atau ustadz/ah.
7.     Punya wudlu’.
8.     Mematuhi petunjuk ustadz/ah.
9.     Menghafalkan dengan sungguh-sungguh setiap materi terjemah.
C.     Untuk Ustadz/ah
1.     Mengerti bahasa arab dan nahwu.
2.     Menepatkan arti sesuai dengan bentuk lafadz/kalimatnya.
3.     Mematangkan diri dengan ilmu dan metode yang di perlukan.
4.     Berorentasi kepada santri.
5.     Menasehatkan tajwidnya.
6.     Disiplin menepati waktu.
7.     Mengingatkan kembali sebuah lafadz baru, dari pelajaran baru.
8.     Selalu memberikan jawaban atas pertanyaan santri.
Urutan Kegiatan:
1.     Pendahuluan, kurang lebih 5 menit :
Salam,
Berdo’a,
Menyiapkan pelajaran,
Absen santri.
2.     Evaluasi pelajaran yang lalu (pre test) untuk pertemuan ke 2 dan seterusnya, selama kurang lebih 5 menit.
3.     Pelajaran baru kurang lebih 25 menit.
4.     Evaluasi (post test) kurang lebih 25 menit, setiap peserta membaca secara bergilir, di mulai dari yang pandai.
5.     Penutup : kesimpulan dan do’a kurang lebih 5 menit.
Cara Mengajar
1.     Ustadz/ah membaca ayat dengan tartil dan fasih, di tirukan santri sampai semua benar.
2.     Ustadz/ah membaca perlafadz dengan terjemahnya, santri menirukan.
3.     Di ulang 2 atau 3 kali (no.2).
4.     Ustadz/ah mengucapkan perlafadznya, santri mengucapkan terjemahnya.
5.     Santri mengucapkan perlafadz dan terjemahnya.
6.     Santri mengucapkan terjemahnya saja, dengan menunjuk pada ayatnya.
7.     Ustadz/ah menyampaikan dengan singkat, maksud/kandungan ayat.
8.     Melanjutkan ayat berikutnya (kembali seperti no.1,2,3,4,5,6 dan 7)
9.     Ustadz/ah menerangkan hubungan antar ayat (jika ada).
Evaluasi
Porsi evaluasi sama dengan pelajaran, karena dalam evaluasi ini, terjadi pemantapan materi dan kemampuan santri.
Model kegiatan evaluasi :
1.     Menyuruh baca lafadh ayat dan terjemahnya.
2.     Menanyakan arti lafadh ayat.
3.     Menanyakan lafadh ayatnya.
4.     Menyempurnakan terjemahnya.
5.     Menanyakan isi (kandungan) ayat dengan singkat.
6.     2 santri berhadapan, 1 membaca lafadz, yang lain menterjemah dan sebaliknya.

prosesi wisuda PBAI Lafdhiyyah Nurul Faizah Surabaya

prosesi wisuda PBAI Lafdhiyyah Nurul Faizah Surabaya

Deskripsi Program Bimbingan Intensif AlQur’an Lafdhiyah Nurul Faizah Surabaya
                Allah menciptakan manusia di dunia, di lengkapi dengan pedoman, yaitu ajaran hidup yang mengatur kehidupan manusia, dan khususnya umat Islam agar dapat mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Pedoman hidup tersebut bersumber dari al Qur’an dan Hadits.
                Al Qur’an adalah kalam Allah Swt, yang merupakan mu’jizat yang di turunkan kepada nabi Muhammad Saw dengan perantaraan malaikat jibril, yang di tulis di mushaf dan di riwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah.
                Untuk bisa mengetahui apa yang terkandung dalam al Qur’an, maka mempelajarinya hanya dengan membaca saja  tidak cukup. Membaca apapun –meski tidak ada perintah- berarti menghimpun, menyerap dan mentransfer informasi dari bacaan tersebut, kemudian di ikuti dengan analisa dan penjabaran.
Banyaknya umat Islam yang hanya mampu membaca alQur’an bahkan menghafalnya, tanpa mengetahui arti dan kemampuan dalam memahami maknanya, kurang membuat mereka merasa, bahwa  al Qur’an sebagai petunjuk, cahaya, dan pelajaran yang harus di serap dan di himpun untuk memberikan kualitas dan bobot kepada kehidupan mereka.
Namun tujuan ideal tersebut (memberikan kualitas dan bobot kepada kehidupan mereka) sulit terwujud, bila persepsi dan sikap mereka dalam membacanya masih cukup hanya membaca lafdhiyyah -ayat- nya saja (tanpa tahu arti atau maknanya saja). Berdirinya  Program Bimbingan Intensif AlQur’an Lafdhiyah Nurul Faizah Surabaya ini bertujuan untuk menjadi salah satu solusi yang membantu umat Islam dalam membaca, mengetahui arti dan memahami maknanya.
                Program Bimbingan Intensif AlQur’an Lafdhiyah Nurul Faizah Surabaya ini di laksanakan pada seminggu sekali, yakni setiap hari selasa sore pukul 16.00 – 17.15 di Perum YKP Rungkut Asri Timur XIII/66 (RK V/D 7) Rungkut Surabaya.